Senin, 09 Juli 2012

Tugas Hukum Agraria ; Hukum Agraria Pada Masa Kolnial



Pada tangga1 24 September 1960, Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria” (Lembaga Negara 1960 No.104 n). Dengan lahirnya Hukum Agraria Nasional dengan nama populer UUPA,maka secara total hukum Agraria Kolonial dihapuskan. Dengan hapusnya hukum Agraria Kolonial, maka rakyat Indonesia untuk dapat menikmati sepenuhnya Bumi, Air, ruang angkasa dan kekayaan alam Indonesia ini. Hak-hak atas tanah yang dipunyai oleh rakyat tani yang selama ini tidak mempunyai .iaminan yang kuat, sekarang dengan berlega hati, telah dapat meminta agar tanahnya dapat diberi perlindungan dengan hak-hakyang diberikan kepadanya. Hukum Agraria Nasional (UUPA) yang merupakan perombakan hukum Agraria Kolonial bertujuan untuk memperbaiki kembali hubungan manusia Indonesia dengan tanah yang selama ini sudah tidak jelas lagi.  Perombakan hukum agraria kolonial itu dimaksudkan untuk merobah hukum kolonial kepada hukum nasional sesuai dengan cita-cita nasional, khususnya para petani. Selain itu untuk menghilangkan dualisme hukum yang berlaku serta memberikan kepastian hukum atas hak-hak seseorang atas tanah.
Pada masa colonial hukum agrarian sendiri terbagi ke menjadi beberapa periode :

1.     MASA KERAJAAN
Pada masa kerajaan, para raja mengklaim sebagai pemilik tanah yang ada dalam kekuasaannya. Inilah cikal bakal domein verklaring. (terdapat mekanisme yang berbeda-beda atas pengklaiman raja terhdap tanah yang ada dalam kekuasaannya). Sehingga rakyatnya harus membayar pajak atas tanah tempat mereka tinggal.

2.     MASA PENJAJAHAN
Sesuai dengan prinsip yang dianut oleh pemerintah jajahan pada waktu itu  untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya dari tanah dengan cara memberi hak-hak yang istimewa kepada pihak penjajah dan kepastian hak, maka hukum agraria yang berlaku pada waktu itu menjadi beraneka ragam. Sesuai dengan kondisi dan situasi dan perbedaan hukum golongan masyarakat.

Sesuai dengan sistem pemerintahan pada jaman Hindia Belanda,daerah Indonesia dibagi atas 2 bagian yang mempunyai lingkungan hukum sendiri yaitu :
1.     Daerah yang diperintah langsung oleh atau atas nama Pemerintah Pusat  dan disebut dengan Daerah Gubernemen.
2.     Daerah-daerah yang tidak diperintah langsung oleh Pemerintah Pusat  yang disebut dengan daerah swapraja.

Sebagai realisasi dan keinginan pemerintah jajahan untuk mengeruk  keuntungan yang sebesar-besarnya dari hasil pertanian di Indonesia pemerintah berusaha mempersempit kesempatan pihak-pihak pengusaha swasta untuk memperoleh jaminan yang kuat atas tanah-tanah yang diusahainya, seperti untuk memperoleh hak eigendom. Kepada para pengusaha oleh pemerintah hanya dapat diberikan hak sewa atas tanah-tanah kosong dengan waktu yang terbatas yaitu tidak lebih dari 20 tahunsebagai hak persoonliij. Tanah tersebut tidak dapat dijadikan  jaminan hutang. Demikian juga dengan hak erfpacht oleh pemerintah tidak dapat diberikan,karena masih menghargai hak-hak adat yang tidak rnengenal adanya hak erfpact. Adanya peraturan-peraturan pertanian besar akan bertentangan dengan politik perekonomian Pemerintah (CultuursteIseI) yang memaksa penduduk menanam tanaman tertentu sesuai dengan yang diperintahkan.

3.     AWAL KEMERDEKAAN
Meskipun bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya serta  menciptakan suatu landasan ideal dan Undang-undang Dasar, namun untuk melakukan perombakan hukum kolonial secara total tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Beberapa ketentuan agraria baru sebagai awal dari perombakan agrarian Kolonial antara lain:

1.     Pengawasan terhadap Penindakan Hak-Hak Atas Tanah. Oleh karena belum ada waktu yang cukup untuk mengatur kedudukan tanah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pasal 33(3) Undang-Undang Dasar 1945 maka untuk menyelamatkan aset negaral, agar dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang kelak dibuat yang mengutamakan hak warga negara tidak semakin sulit perlu pengawasan tentang pemindahan hak-hak Barat baik berupa serah pakai atau dengan cara lainnya yang melebihi jangka waktu 1 tahun undang-Undang Darurat No.1 Tahun 1952, menentukan tentang pemindahan hak tanah-tanah dan benda tetap lainnya, menyebutkana penyerahan hak pakai buat lebih dari setahun dari setahun perbuatan pemindahan hak mengenai tanah dan barang-barang tetap lainnya yang tahluk hukum Eropah hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri Agraria

2.     Penguasaan Tanah-Tanah. Sesuai dengan domein yang dianut oleh hukum agraria pada jaman kolonial, yang mengatakan bahwa semua tanah yang diatasnya tidak ada eigendom seseorang atau milik menurut hukum adat adalah milik negara yang bebas (vrijland'sdomein).  Pada jaman penjajahan Jepang untuk memperlancar usaha-usaha maka fungsi vrijlandsdomein ini mulai menyimpang. Kepada instansi atau departemen diberi keleluasaan untuk mempergunakan hak tanah sebagaimana yang dikehendakinya bahkan banyak pindahtangankan atau diterlantarkan. Untuk menertibkan keadaan ini pemerintah mengeluarkan suatu peraturan tentang Penguasaan Tanah Negara ini yaitu P.P Nomor 8 Tahun 1953. Di dalam Peraturan pemerintah ini dijelaskan bahwa penguasaan atas tanah negara diserahkan Menteri Dalam Negeri kecuali jika penguasaan ini oleh Undang-undang atau peraturan lain telah diserahkan kepada suatu kementerian.


3.     Pemakaian Tanah Perkebunan Oleh Rakyat. Sebagai akibat dari pemakaian tanah-tanah oleh rakyat yang bukan haknya (tanah negara atau tanah hak orang lain), yang pada masa penjajahan Jepang di perkenankan untuk menimbulkan krisis bahan makanan, di kwatirkan keadaan ini semakin menimbulkan masalah, banyak tanah-tanah perkebunan menjadi sasaran penggarapan rakyat, hingga keadaan perkebunan semakin memprihatinkan. Untuk mencegah semakin meluasnya penggarapan yang dilakukan oleh rakyat terhadap tanah-tanah perkebunan dimaksud, maka dengan Undang-Undang Darurat nomor 8 Tahun 1954., ditetapkan bahwa kepada Gubernur ditugaskan untuk mengadakan perundingan antara pemilik perkebunan dan rakyat penggarap mengenai penyelesaian pemakaian tanah itu. Di dalam penyelesaian pemakaian ini harus diperhatikan kepentingan rakyat, kepetingan penduduk di tempat letaknya perkebunan dan kedudukan Jun dalam perekonomian negara.

4.     Penghapusan Tanah- Tanah Partikulir. Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam landasan  ideal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menginginkan adanya  kehidupan yang adil dan merata sesuai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh  rakyat Indonesia, maka ketentuan-ketentuan pertanahan yang berlaku pada zaman Hindia Belanda yang nyata-nyata bertentangan dengan rechts-idea bangsa Indonesia harus segera dihapuskan, 'Ketentuan yang bertentangan itu antara lain pengakuan  tentang tanah-tanah partikulir. Oleh karena itu maka dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958, tanah-tanah partikulir ini dihapuskan. Yang dimaksud dengan tanah partikulir dalam Undang-Undang inilah tanah eigendom di atas mana pemiliknya sebelum Undang-Undangi berlaku mempunyai hak-hak pertuanan (Pasal I UU No. I Tahun 58).

4.     LAHIRNYA HUKUM AGRARIA NASIONAL
Undang-Undang Pokok Agraria yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960, dengan nama Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah merupakan penjabaran dari pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Setelah 15 tahun Indonesia merdeka apa yang menjadi borok dalam daging tentang betapa ketentuan-ketentuan pertanahan yang berlaku pada zaman Hindia belanda yang nyata-nyata merugikan bangsa Indonesia baru tanggal 24 september 1960, dapat dirombak secara total. Di dalam konsiderans menimbang jelas disebutkan tentang motivasi penyusunan undang-undang ini, yaitu :
a.     bahwa Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya masih bercocok agraria, bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat adil dan makmur.
b.     bahwa hukum Agraria yang berlaku sekarang ini masih berdasarkan tujuan dan sendiri sendiri pemerintah jajahan dan sebahagian lagi dipengaruhi olehnya sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat.
c.      bahwa agraria yang berlaku itu bersifat dualisme.
d.     hukum negara tersebut tidak menjamin kepastian hukum bagi rakyat. Oleh sebab itu dengan berlakunya undang-undang ini, peraturan-raturan agraria yang berlaku sebelumnya dihapuskan.

Didalam penjelasan Undang-Undang ini dengan tegas dikatakan, bahwa  hukum agraria nasional ini harus mewujudkan penjelmaan dari azas kerohanian  negara dan cita-cita bangsa, khususnya pelaksanaan dari Pasal ayat (3) Undang- Undang Dasar I945. Oleh karena undang-undang ini sifatnya merupakan peraturan  dasar, yang walaupun kedudukannya sama dengan undang-undang secara formil,  namun dengan sifatnya maka peraturan ini hanya memuat azas-azas yang pokokpokoknya  saja yang selanjutnya akan diatur dengan Undang-Undang Peraturan  Pemerintah dan Peraturan Perundangan lainnya. Di dalam penjelasan undang-undang ini juga dicantumkan tujuan dibentuknya Undang-undang ini yaitu :
1.     Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan  merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan  bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
2.     Meletakkan dasar-dasaruntuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
3.     Meletakkan dasar-dasar untuk mernberikan kepastian hukum rnengenai  hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Jika ditinjau memori Penjelasan dan UUPA tersebut ada 4 (empat) katagori dasar yang termuat didalamnya yang menjadi perhatian.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar