Rabu, 25 Juli 2012

Hukum Agraria


Pengertian Hukum Agraria

Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti luas  yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian.Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Agraria berarti 1) urusan pertanian atau tanah pertanian; 2) urusan pemilikan tanah. Sedangkan pengertian Hukum Agraria adalah keseluruhan kaedah hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria; hukum yang mengatur tentang pemanfaatan bumi, air dan ruang angkasa. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Hukum Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria/ UUPA) tidak memberikan pengertian Agraria maupun Hukum Agraria, hanya memaparkan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup Agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya (BARAKA). Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumber daya agrarian/ sumber daya alam menurut Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.





Definisi hukum agraria

Mr. Boedi Harsono

Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Drs. E. Utrecht SH

Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka.

Bachsan Mustafa SH

Hukum agrarian adalah himpunan peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan



Dualisme Hukum Agraria

Dasar politik agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu medapatkan hasil bumi atau bahan mentah dengan harga yang serendah-rendahnya, kemudian dijual dengan harga yang setinggi tingginya. Tujuannya ialah tidak lain mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi diri pribadi penguasa Kolonial yang merangkap sebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh pengusaha belanda dan Eropa. Sebaliknya bagi rakyat Indonesia menimbulkan penderitaan yang sangat mendalam.

Pemerintahan belanda di dalam menyusun perundang-undangan menganut asas konkordansi. Penyusunan KUH perdata Indonesia juga konkordansi dengan Burgerlijk Wetboek Belanda. Bw belanda ini disusun berdasarkan Code Civil Perancis, yang merupakan pengkondifikasian hukum perdata perancis sesudah revolusi perancis tahun 1789. oleh karena itu kuh perdata melalui burhgerlijk wetboek belanda dan code civil perancis, pasti berjiwa liberal individualistik. Revolusi perancis adalah suatu revolusi yang brsifat borjuis, yang berjiwa liberal individualistis, sebagaimana diartikan bahwa individual liberaslisme paham yang mengatakan manusia itu dominan pada sisi individu dan pada masing-masing individu itu melekat nilai-nilai kebebasan yang mutlak dihormati orang lain. Hukum itu harus bias menjamin kebebasan individu termasuk kebebasan untuk memiliki dan menguasai tanah. Negara Negara yang telah maju mencapai sosialisai masyarakat sesudah mencapai puncak liberalisme dan individualisme, yang dilaluinya dalam jangka waktu kurang lebih 4 setengah abad semenjak permulaan jaman Renaissance sekitar abad ke 15 sampai kepada puncak kapitaisme pada akhir abad ke 19 permulaan abad ke 20 ini. Berhubung dengan itu gerakan sosialisasi dan fungsionalisasi merupakan usaha manusia Negara-negara maju untuk meratakan keadilan masyarakat dengan mengembalikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, oleh sebab dijaman kapitalisme kepentingan individu terlalu di pentingakan dengan mengabaikan kepentingan umum.

Dengan masuknya hukum yang berasal dari barat (belanda) sistem pemilikan di Indonesia makin dipermodern. Tetapi agaknya penerapan hokum nbarat di Indonesia makin dipermodern itu dalam banyak hal dan seyogyanya menimbulkan pertentangan pertentangan karena hokum barat tersebut masih pula diterapkan dengan tendensi politik penjjhan, politik penjajahan yang menekankan pada nafsu dagang dan kecendrungan politik kolonial itu membuat penerapan hukum tersbt tidak lagi semurni apa yang dianut dan hidup di eropa. Dalam jaman penjajahan belanda, sistem pengauasaan tanah oleh masyarakat dibentuk sistem baru yang disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan mereka selaku penjajah. Maka tidak mengherankan jika dan banyak hal melemahkan sendi-sendi hukum yang asli milik Indonesia. Maka terjadilah dualisme hukum pertanahan di Indonesia. Hukum barat bagi orang eropa dan golongan asing lainnya yang dipersamakan dengan orang eropa, dan dipihak lain berlaku hokum adat bagi orang Indonesia pribumi.



Tujuan  Undang Undang No. 5 Tahun 1960 PA

Undang-undang Pokok agraria mempunyai tujuan antara lain ;

1.      Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan & keadilan bagi negara& rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil & makmur

2.      Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan & kesederhanaan hukum pertanahan

3.      Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat



Hak Atas Tanah

Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.

Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:

1.      Hak Milik

2.      Hak Guna Usaha

3.      Hak Guna Bangunan

4.      Hak Pakai

5.      Hak Sewa

6.      Hak Membuka Tanah

7.      Hak Memungut Hasil Hutan

8.      Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain ;

1.      Hak gadai,

2.      Hak usaha bagi hasil,

3.      Hak menumpang,

4.      Hak sewa untuk usaha pertanian.



Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA, hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :

1.      Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :

a.       Hak Milik

b.      Hak Guna Usaha

c.       Hak Guna Bangunan

d.      Hak Pakai

e.       Hak Sewa Tanah Bangunan

f.       Hak Pengelolaan

2.      Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :

a.       Hak Gadai

b.      Hak Usaha Bagi Hasil

c.       Hak Menumpang

d.      Hak Sewa Tanah Pertanian



Pencabutan Hak Atas Tanah Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut Undang–undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda–benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada pengadilan tinggi.



Azas-azas hukum agraria

Asas nasionalisme

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.

Asas dikuasai oleh Negara

Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)

Asas hukum adat yang disaneer

Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya

Asas fungsi social

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)

Asas kebangsaan atau (demokrasi)

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI  baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah

Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)

Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.

Asas gotong royong

Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)

Asas unifikasi

Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.

Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar