Pada tanggal
12-13 mei 2012 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember khususnya mahasiswa
yang menempuh mata kuliah Tata Guna Tanah melakukan studi wisata ke pantai
bande alit yang ada dalam komplek Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Perjalanan
dimulai pada hari sabtu pagi pukul 09.00 yang akan ditempuh dengan menggunakan
angkutan truk kurang lebih selama 3 jam. Karena ingin merasakan “extrim”-nya
jalan menuju Bandealit aku, Imron, Yongki, Dila menggunakan sepeda motor
sebagai transportasi pilihan. dengan rute Jember- Ambulu- Tempurejo-
Curahnongko- Andongrejo- Bandealit. Perjalanan dari Jember menuju Andongrejo
hampir tidak menemui masalah karena jalannya yang lumayan baik. Perjalanan
sesungguhnya adalah rute Andengrejo- Bandealit. Karena sudah memasuki kawasan
TNMB jalan yang ada adalah jalan berbatu-batu. Saat perjalanan tiba-tiba hujan
deras kami ber-empat hanya menggunakan satu jas hujan untuk berteduh. Karena
ketakutan kalo sampe ada pohon tumbang atau longsor akhirnya dengan
hujan-hujanan kita lanjutkan perjalanan tanpa jas ujan karena dipake buat
nutupin tas-tas kami. Dengan perjalanan yang melelahkan dua setengah jam
kemudian kami tiba pada pemondokan di pantai Bandealit tempat kami menginap.
Taman
Nasional Meru Betiri
Secara
geografis terletak pada 113058’38” – 113058’30” BT dan 8020’48” – 8033’48” LS
sedangkan secara administratif terletak di dua Kabupaten yaitu Kabupaten
Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Taman Nasional Meru Betiri
(TNMB) yang dikenal sebagai hutan tropis dataran rendah di Propinsi Jawa Timur
bagian Selatan, memiliki keanekaragaman hayati yang tingggi, diantaranya adalah
kekayaan flora dengan berbagai jenis tumbuhan yang bermanfat obat, habitat
fauna serta sebagai obyek dan daya tarik wisata alam yang tersebar pada areal
seluas 58.000 Ha, dengan luas daratan 57.155 Ha dan perairan 845 Ha.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-V/2007 tanggal 1
Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, bahwa
TNMB mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan TNMB
dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nilai-nilai penting yang
terkandung dalam taman nasional seperti perkonservasian fungsi hidrologi,
potensi flora fauna, dan potensi obyek dan daya tarik wisata alam, sangat besar
manfaatnya bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan hutan
Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang penetapannya
berdasarkan Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel yaitu pada
tanggal 29 Juli 1931 Nomor: 7347/B serta Besluit Directur van Economiche Zaken
tanggal 28 April 1938 Nomor : 5751, kemudian pada tahun 1967 kawasan ini ditunjuk
sebagai Calon Suaka Alam dan pada periode berikutnya kawasan hutan lindung ini
ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa seluas 50.000 Ha berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 276/Kpts/Um/ 6/1972 tanggal 6 Juni 1972
dengan tujuan utama perlindungan terhadap jenis Harimau Jawa (Panthera tigris
sondaica). Kemudian pada tahun 1982 berasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor : 529/Kpts/Um/6/1982 tanggal 21 Juni 1982 kawasan Suaka
Margasatwa Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 Ha. Perluasan ini mencakup
wilayah Perkebunan Bandealit dan Sukamade Baru seluas 2.155 Ha, serta kawasan
hutan lindung sebelah Utara dan kawasan perairan laut sepanjang Pantai Selatan
seluas 845 Ha.
Pada
perkembangan berikutnya yaitu dengan diterbitkannya surat pernyataan Menteri
Pertanian Nomor : 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 Suaka Margasatwa
Meru Metiri dinyatakan sebagai Calon Taman Nasional, Pernyataan ini dikeluarkan
bersamaan dengan diselenggarakannya Kongres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar,
Bali. Penunjukan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 Ha
yang terletak pada dua wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585
Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha.
Taman
Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki tiga ekosistem berbeda yakni mangrove,
hutan rawa, dan hutan hujan dataran rendah.
Taman
nasional ini merupakan habitat tumbuhan langka yaitu bunga raflesia (Rafflesia
zollingeriana), dan beberapa jenis tumbuhan lainnya seperti bakau (Rhizophora
sp.), api-api (Avicennia sp.), waru (Hibiscus tiliaceus), nyamplung
(Calophyllum inophyllum), rengas (Gluta renghas), bungur (Lagerstroemia
speciosa), pulai (Alstonia scholaris), bendo (Artocarpus elasticus), dan
beberapa jenis tumbuhan obat-obatan. Selain itu, Taman Nasional Meru Betiri
memiliki potensi satwa dilindungi yang terdiri dari 29 jenis mamalia, dan 180
jenis burung. Satwa tersebut diantaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kera
ekor panjang (Macaca fascicularis), macan tutul (Panthera pardus melas), ajag
(Cuon alpinus javanicus), kucing hutan (Prionailurus bengalensis javanensis),
rusa (Cervus timorensis russa), bajing terbang ekor merah (Iomys horsfieldii),
merak (Pavo muticus), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik
(Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu ridel/lekang
(Lepidochelys olivacea).
Taman
Nasional Meru Betiri terkenal sebagai habitat terakhir harimau loreng Jawa
(Panthera tigris sondaica) yang langka dan dilindungi. Sampai saat ini, satwa
tersebut tidak pernah dapat ditemukan lagi dan diperkirakan telah punah.
Punahnya harimau loreng Jawa berarti punahnya tiga jenis harimau dari delapan
jenis yang ada di dunia (harimau Kaspia di Iran, harimau Bali dan harimau Jawa
di Indonesia).
Taman
nasional ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu merupakan habitat penyu
belimbing, penyu sisik, penyu hijau, dan penyu ridel/lekang di Pantai Sukamade.
Di pantai tersebut dibangun beberapa fasilitas sederhana untuk pengembangbiakan
penyu agar tidak punah.
Beberapa
lokasi yang menarik untuk dikunjungi di TNMB antara lain Pantai Rajegwesi. Di
pantai tersebut, Anda dapat melakukan wisata bahari, berenang, pengamatan satwa
atau tumbuhan serta wisata budaya (nelayan tradisional). Di padang rumput
Sumbersari, dapat dilihat aneka satwa seperti sambar, rusa, kijang. Pantai
Sukamade cocok untuk kegiatan berkemah, berselancar angin, dan pengamatan flora
dan fauna, terutama aktivitas penyu yang sedang bertelur. Adapun penjelajahan
hutan, wisata bahari, dan berenang dapat dilakukan di Teluk Hijau. Musim
kunjungan terbaik: bulan Februari s/d Juli setiap tahunnya.
Di dalam TNMB
ada dua “mahluk” yang menjadi mitos hingga saat ini, yaitu Harimau Jawa dan
Manusia Kerdil. Kedua mahluk ini menjadi mitos karena keberadaannya yang tidak
bisa ditemukan secara langsung, walaupun bukti yang ditemukan tentang
keberadaannya banyak ditemukan.
Manusia
Kerdil
Orang orang yang hidupnya ada di sekitar Taman Nasional biasa menyebut
manusia kerdil ini dengan sebutan wong wil, atau owil, atau ada juga yang
menyebutnya siwil. Anatomi tubuh makhluk ini sama seperti manusia pada umumnya.
Hanya saja mereka kerdil. Tingginya tidak lebih dari satu meter. Dan telanjang.
Beberapa dari mereka menutupi badannya dengan kain yang mereka temukan di
sungai.
Menurut Pak Andik, salah seorang petugas TN Merubetiri yang katanya
pernah memergoki keberadaan para siwil ini. Menurut beliau, siwil paling suka
mencari udang dan ikan di susuran sungai yang ada di hutan. Biasanya mereka
mempersenjatai diri dengan tongkat kayu yang ujungnya runcing. Masih dari
cerita Pak andik, para siwil ini bisa berbahasa jawa ngoko (kasar). Tapi yang
sering keluar dari mulutnya hanyalah suara suara tidak jelas. Terkadang mirip
dengan suara bebek. Keberadaan manusia kerdil di Merubetiri juga pernah
diteliti oleh dua peneliti asal inggris, Debbie Martyr dan Jeremy Holden.
Mereka meneliti pada tahun 1992 atas biaya organisasi flora dan fauna
Internasional. Meskipun telah melakukan penelitian yang lumayan panjang dan
didukung oleh peralatan yang lumayan canggih, mereka tidak mendapatkan hasil
seperti yang diharapkan.
Anang Ritarno, aktivis Kelompok Indonesia Hijau Jawa Timur, mengaku
telah menemukan jejak manusia kerdil itu. "Saya menemukan jejak manusia
kerdil itu secara tidak sengaja," katanya beberapa bulan lalu. Jejak
manusia liliput yang ditemukan di sekitar muara sungai Nanggelan, Desa
Wonoasri, Kecamatan Tempurejo, Jember, seukuran korek gas. Setelah diukur,
panjang telapak kaki itu dari ujung jempol hingga tumitnya hanya 9,2 cm,
lebarnya 2 cm, dan panjang jempolnya 1 cm. Penemu jejak kaki manusia cebol ini
mengaku sebelumnya pernah dua kali menyaksikan manusia seperti itu, yaitu pada
1984 dan 1999. "Saat itu saya sedang mengikuti acara training mahasiswa
pencinta alam di muara sungai sekitar pantai Sukamade dan pantai
Nanggelan," ujar pemandu mahasisiwa pecinta alam itu. Tanpa sengaja,
dirinya melihat 8 orang kerdil tengah bercengkerama di tepian sungai sambil menikmati
udang hasil tangkapan mereka. Dalam jarak sekitar 15 meter, Anang melihat
manusia mini itu berambut gimbal sebahu, kulit hitam, tinggi badan sekitar
60-70 cm, tanpa busana, dan berjalan tegak layaknya manusia. "Begitu
melihat kehadiran saya, mereka langsung melarikan diri masuk hutan,"
ungkapnya. Hal yang sama juga pernah dialami oleh seorang anggota DPRD Jember,
Herry Budi Ermawan. Anggota dewan yang punya hobi memancing itu mengaku dua
kali menemukan jejak manusia cebol itu, September 2002, di kawasan pantai
Bandealit. "Ukurannya kira-kira seperti Ucok Baba di TV itu,"
katanya. Saat hendak memancing di muara, Herry melihat lima manusia kerdil juga
sedang menangkap ikan dengan alat kecil mirip tombak. Namun beberapa saat
kemudian, mereka melarikan diri begitu melihat kehadiran Herry. Seminggu
kemudian, Herry kembali ke tempat itu dengan membawa kamera. Ia pun berhasil
menjepret rombongan manusia mini itu dari jarak sekitar 10 meter. "Tetapi
anehnya, setelah saya cuci cetak lima lembar film tidak ada gambar mereka,
hanya latarnya saja.
Cerita mengenai keberadaan manusia cebol itu memang sudah lama diketahui
masyarakat sekitar taman nasional itu. Masyarakat sekitar kawasan taman
nasional menyebut manusia mini itu dengan sebutan wong wil atau siwil yang berarti
orang kecil. "Saat ini sudah tercatat 45 orang warga sekitar taman
nasional yang menyaksikan keberadaan mereka," kata Kepala Balai Taman
Nasional Meru Betiri Jember, Siswoyo. Menurutnya, kabar adanya manusia mini itu
telah sering didengar petugas taman nasional sejak setahun lalu, namun baru
kali ini ada penemuan jejak mereka dan berhasil diabadikan dengan kamera.
Siswoyo menambahkan, ada 37 kasus yang pernah ditemui masyarakat tentang
keberadaan manusia kerdil itu. Mereka diketahui mengganggu sejumlah nelayan
atau pencari ikan di sekitar muara dengan cara mengambil ikan hasil tangkapan
masyarakat sekitar hutan tersebut. "Jejaknya ada dan difoto oleh seorang
fotografer pencinta alam pada tanggal 13 Februari 2003," katanya. Tinggi
manusia kerdil itu diperkirakan 80 cm, panjang tapak kaki dari tumit sampai ibu
jari sekitar 9,7 cm dan lebar tapak kaki 3,2 cm.
Menyangkut keberadaan manusia kerdil yang dilaporkan berkeliaran di
sekitar muara sungai dan pantai di kawasan TNMB, Ir. Siswoyo mengaku masih
belum bisa merekam keberadaan manusia itu. Empat kamera otomatis sengaja
dipasang di sekitar tempat warga yang pernah berpapasan dengan siwil, tetapi
tak satu pun berhasil mengabadikannya. Saat ini, pihak TNMB sudah memasang 14
perangkat foto trap di sudut-sudut hutan itu, namun keberadaan mereka belum
juga terekam.
Harimau jawa
Di akhir abad ke-19, harimau ini masih banyak berkeliaran diPulau Jawa.
Pada tahun 1940-an, harimau jawa hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil. Ada
usaha-usaha untuk menyelamatkan harimau ini dengan membuka beberapa taman
nasional. Namun, ukuran taman ini terlalu kecil dan mangsa harimau terlalu
sedikit. Pada tahun 1950-an, ketika populasi harimau Jawa hanya tinggal 25
ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman Nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun
kemudian angka ini kian menyusut. Pada tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau
yang tinggal di Taman Nasional Meru Betiri. Walaupun taman nasional ini dilindungi,
banyak yang membuka lahan pertanian disitu dan membuat harimau jawa semakin
terancam dan kemudian diperkirakan punah pada tahun 80-an.
Harimau jawa mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari pada Harimau
Sumatra dan Harimau Bali. Harimau jawa jantan mempunyai berat 150-200 kg dan
panjangnya kira-kira 2.50 meter. Betina berbobot legih ringan, yaitu 75-115 kg
dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan. Besar tubuh harimau jawa ini diduga
karena adanya kompetisi dengan macan tutul dan ajak. Disamping itu ada hukum:
semakin menjauhi Garis Katulistiwa maka ukuran tubuh harimau akan semakin
besar, kecuali harimau bali.
akuuu punya blog baruuuuu
BalasHapuskalau akses ke meru betiri dari jember via kendaraan umum ada referensi gak ya?? skalian budget nya
Hapusmakasih.. :)