Pengertian Hukum Agraria
Istilah
tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti
tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan,
pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan
atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian
selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA
mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian
dalam arti luas yaitu hukum tanah atau
hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau
pertanian.Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam
batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Agraria berarti 1)
urusan pertanian atau tanah pertanian; 2) urusan pemilikan tanah. Sedangkan
pengertian Hukum Agraria adalah keseluruhan kaedah hukum, baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur agraria; hukum yang mengatur tentang pemanfaatan
bumi, air dan ruang angkasa. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Hukum Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria/ UUPA) tidak
memberikan pengertian Agraria maupun Hukum Agraria, hanya memaparkan ruang
lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran pasal-pasal maupun
penjelasannya. Ruang lingkup Agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya (BARAKA). Ruang lingkup
agraria menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumber daya agrarian/ sumber daya
alam menurut Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Definisi hukum agraria
Mr.
Boedi Harsono
Ialah
kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai
bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung didalamnya.
Drs.
E. Utrecht SH
Hukum
agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para
pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria,
melakukan tugas mereka.
Bachsan
Mustafa SH
Hukum
agrarian adalah himpunan peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya para
pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan
Dualisme Hukum Agraria
Dasar
politik agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu medapatkan hasil bumi
atau bahan mentah dengan harga yang serendah-rendahnya, kemudian dijual dengan
harga yang setinggi tingginya. Tujuannya ialah tidak lain mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya bagi diri pribadi penguasa Kolonial yang merangkap
sebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh pengusaha belanda dan
Eropa. Sebaliknya bagi rakyat Indonesia menimbulkan penderitaan yang sangat
mendalam.
Pemerintahan
belanda di dalam menyusun perundang-undangan menganut asas konkordansi.
Penyusunan KUH perdata Indonesia juga konkordansi dengan Burgerlijk Wetboek
Belanda. Bw belanda ini disusun berdasarkan Code Civil Perancis, yang merupakan
pengkondifikasian hukum perdata perancis sesudah revolusi perancis tahun 1789.
oleh karena itu kuh perdata melalui burhgerlijk wetboek belanda dan code civil
perancis, pasti berjiwa liberal individualistik. Revolusi perancis adalah suatu
revolusi yang brsifat borjuis, yang berjiwa liberal individualistis,
sebagaimana diartikan bahwa individual liberaslisme paham yang mengatakan
manusia itu dominan pada sisi individu dan pada masing-masing individu itu
melekat nilai-nilai kebebasan yang mutlak dihormati orang lain. Hukum itu harus
bias menjamin kebebasan individu termasuk kebebasan untuk memiliki dan
menguasai tanah. Negara Negara yang telah maju mencapai sosialisai masyarakat
sesudah mencapai puncak liberalisme dan individualisme, yang dilaluinya dalam
jangka waktu kurang lebih 4 setengah abad semenjak permulaan jaman Renaissance
sekitar abad ke 15 sampai kepada puncak kapitaisme pada akhir abad ke 19
permulaan abad ke 20 ini. Berhubung dengan itu gerakan sosialisasi dan fungsionalisasi
merupakan usaha manusia Negara-negara maju untuk meratakan keadilan masyarakat
dengan mengembalikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat, oleh sebab dijaman kapitalisme kepentingan individu terlalu di
pentingakan dengan mengabaikan kepentingan umum.
Dengan
masuknya hukum yang berasal dari barat (belanda) sistem pemilikan di Indonesia
makin dipermodern. Tetapi agaknya penerapan hokum nbarat di Indonesia makin
dipermodern itu dalam banyak hal dan seyogyanya menimbulkan pertentangan
pertentangan karena hokum barat tersebut masih pula diterapkan dengan tendensi
politik penjjhan, politik penjajahan yang menekankan pada nafsu dagang dan
kecendrungan politik kolonial itu membuat penerapan hukum tersbt tidak lagi
semurni apa yang dianut dan hidup di eropa. Dalam jaman penjajahan belanda,
sistem pengauasaan tanah oleh masyarakat dibentuk sistem baru yang disesuaikan
dengan kepentingan-kepentingan mereka selaku penjajah. Maka tidak mengherankan
jika dan banyak hal melemahkan sendi-sendi hukum yang asli milik Indonesia.
Maka terjadilah dualisme hukum pertanahan di Indonesia. Hukum barat bagi orang
eropa dan golongan asing lainnya yang dipersamakan dengan orang eropa, dan
dipihak lain berlaku hokum adat bagi orang Indonesia pribumi.
Tujuan Undang Undang No. 5 Tahun 1960 PA
Undang-undang
Pokok agraria mempunyai tujuan antara lain ;
1. Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat
untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan & keadilan bagi negara& rakyat
tani, dalam rangka masyarakat adil & makmur
2. Meletakkan
dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan & kesederhanaan hukum pertanahan
3. Meletakkan
dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat
Hak Atas Tanah
Definisi
hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai
hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas
tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.
Ciri
khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah
berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi
haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53
UUPA, antara lain:
1. Hak
Milik
2. Hak
Guna Usaha
3. Hak
Guna Bangunan
4. Hak
Pakai
5. Hak
Sewa
6. Hak
Membuka Tanah
7. Hak
Memungut Hasil Hutan
8. Hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan
dalam pasal 53.
Dalam
pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan
hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena
hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah
tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA
sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan
sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan
(manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam
pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam
Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara
lain ;
1. Hak
gadai,
2. Hak
usaha bagi hasil,
3. Hak
menumpang,
4. Hak
sewa untuk usaha pertanian.
Hak–hak
tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan
dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut menimbulkan pemerasan
oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang).
Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11
ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal
10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan
diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila
tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah
pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan
eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap
hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum
agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah
dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya.
Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena
Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu
perintah dari penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh
Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan
warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan
diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari
pemerintahan yang sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada
saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun
PKI sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak
bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak
pengelolaan yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu
mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA,
hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :
1. Hak
atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
a. Hak
Milik
b. Hak
Guna Usaha
c. Hak
Guna Bangunan
d. Hak
Pakai
e. Hak
Sewa Tanah Bangunan
f. Hak
Pengelolaan
2. Hak
atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :
a. Hak
Gadai
b. Hak
Usaha Bagi Hasil
c. Hak
Menumpang
d. Hak
Sewa Tanah Pertanian
Pencabutan
Hak Atas Tanah Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah
secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang
bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum
tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut Undang–undang nomor 20
tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda–benda diatasnya hanya
dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah
mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas
tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah
Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan
Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik
tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan
besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada
pengadilan tinggi.
Azas-azas hukum agraria
Asas
nasionalisme
Yaitu
suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang
mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi
dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta
sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.
Asas
dikuasai oleh Negara
Yaitu
bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)
Asas
hukum adat yang disaneer
Yaitu
bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat
yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya
Asas
fungsi social
Yaitu
suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan
dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta
keagamaan(pasal 6 UUPA)
Asas
kebangsaan atau (demokrasi)
Yaitu
suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI
baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah
Asas
non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Yaitu
asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI
baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan
keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas
tanah.
Asas
gotong royong
Bahwa
segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan
bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam
bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak
lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)
Asas
unifikasi
Hukum
agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti
hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
Asas
pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Yaitu
suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda
atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari
asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu
asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang
merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu
artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan
benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.